"bukan aku yang tak mau pahami diammu, but it's easier to read all the ways you talk, you move, you come in..." di atas karpet abu-abu tua ruang depan, dia baringkan badan yang lelah karena perjalanan semalam penuh, matanya menerawang ke udara di antara dia dan langit-langit, sekedar menunggu di luar sana tak lagi gelap karena perutnya kosong minta diisi. jarum jam berdetak lambat. tangannya meraih kopi yang baru saja diseduh, berharap caffeine bisa memaksa jantungnya bekerja lebih keras memompa darah. ya, pusing yang dia rasakan mungkin karena otak yang memang sedang kekurangan oksigen, entah sudah berapa kali dia menguap. "seperti kopi, di sini ada rindu yang dihitamkan waktu, yang kusesap sampai tetes terahir, sampai ampas pahit yang paling getir..."